dakwatuna.com – Ada sebuah istilah ‘kampanye hitam’
dalam politik dan sudah menjadi rahasia umum. Siapa diuntungkan atau
siapa dirugikan. Begitulah dinamika politik. Tulisan ini bukan tentang
politik, sama sekali tidak. Sekarang bolehkah kita ciptakan ‘kampanye
merah jambu’?
Mendengar dua kata merah jambu, apa yang terlintas? Sebagian dari kita tertuju pada sebuah bentuk yang biasa disebut love atau cinta.
Soal
cinta memang menarik untuk dibahas. Berangkat dari sebuah rasa —sesuatu
yang tidak tampak— disampaikan lewat mata dan kata. Tidak semua orang
mampu menempatkan cinta dengan tepat. Sedikitnya ada dua sisi, cinta
mulia atau tidak mulia. Bagaimana jika kita menginginkan kemuliaan
tentang cinta yang kita punya?
“Menikah adalah solusi untuk dua
orang yang saling mencintai” dan kalimat ini terdengar melegakan dan
juga mendebarkan. Melegakan bagi sepasang kekasih yang benar-benar butuh
solusi atas cinta yang ingin mereka jaga, tentu mereka tidak ingin
terjadi perzinahan. Menjadi mendebarkan bagi sepasang kekasih yang
saling mencintai, tetapi belum siap untuk melaksanakan pernikahan dengan
alasan; masih sekolah, masih kecil, masih belum mapan dan masih banyak
alasan lainnya.
Menikah memuliakan sunnah. Betul sekali.
Pernikahan juga menjadi sesuatu yang wajar untuk ditargetkan. Paling
tidak, ada umur yang disebut karena merasa cukup dewasa untuk menikah.
Positifnya, kampanye merah jambu pernikahan telah berhasil mendapat
perhatian dari anak muda yang memegang prinsip ke-jombloan-nya. Adapula
yang baru sadar, kenapa pacaran lebih baik tidak dilakukan? Hasilnya
unik, yang ingin menikah tentu belajar dan mencari tahu mengapa menikah
jadi solusi untuk cinta.
Sayangnya, ketika seluruh fokus
dikerahkan menuju kata pernikahan, masa depan pun mengalami pergeseran
makna. Ia seringkali menjadi lelucon. Bukan sesuatu yang terkesan
memaksa saat masa depan dikaitkan dengan pernikahan, tetapi apa dan
kenapa fokus masa depan itu hanya pada kata menikah? Padahal masa depan
itu bisa diartikan dengan keadaan pribadi, orang tua atau lingkungan.
Kajian
nikah muda —tidak ada salahnya untuk mengikuti acara bermanfaat macam
itu. Benar memang, kalau kita perlu ilmu untuk memahami banyak hal.
Karena banyak hal yang tidak bisa semaunya diatur sendiri. Ada poin yang
harus diperhatikan kalau memang siap menikah di usia muda. Kita tidak
tahu kapan kita siap. Allah telah mengatur segalanya, baik rezeki, jodoh
dan maut sejak ruh ditiupkan.
Tunggu, bisakah kita berhenti sejenak jika ini memang terlalu jauh?
Berhenti
untuk kembali meninjau pembahasan yang boleh jadi tidak akan kita
lewati. Bukan suatu keputusasaan melainkan mendahulukan sesuatu yang
lebih pasti.
Apa?
Mati?
Ya, tentang kematian yang
datangnya bisa satu menit kemudian setelah tulisan ini Anda baca. Begitu
banyak hal yang bisa kita siapkan untuk jodoh —tapi bukankah mati
adalah satu hal yang lebih pasti dari pada kedatangan jodoh?
Kajian
nikah muda begitu ramai didatangi ikhwan dan akhwat. Tidak menafikkan
kalau memang tema pernikahan mudah menarik mereka untuk mendengarkan.
Apa jika kajian “mati muda” akan tetap ramai didatangi ikhwan dan
akhwat?
Tanpa bermaksud menggurui siapa pun, pemantasan diri untuk
seorang yang telah Allah jodohkan terkesan lebih spesial dibanding
dengan pertemuan seorang hamba menuju Rabbnya. Lalu bagaimana jika
sebelum sempat menikah kita telah didatangi lebih dulu oleh malaikat
maut? Bolehkah kita memintanya untuk menunggu? Saat dijemput, bahkan
kita tidak bisa memintanya menunggu guna bersiap-siap membawa apa saja
yang bisa kita bawa.
Adakah target kita mati? Bukan maksud
menantang maut, bukan. Ini lebih kepada meluruskan niat. Hidup kita
untuk apa dan karena siapa —kita akan pulang ke mana nantinya. Sudah
sebanyak apa perbekalan yang akan dibawa menuju kampung halaman?
Mengapa
kita berani menargetkan untuk menikah dan melakukan pemantasan untuk
jodoh, sementara kita lupa bahwa akan datangnya kematian. Ingatlah
bahwa, ketika kita berhijrah untuk Allah dan Rasul-Nya maka kita akan
mendapatkan Allah dan Rasul-Nya. Ketika kita berhijrah untuk lelaki atau
perempuan yang ingin dinikahi, kita hanya mendapat itu.