Follow Me

Monday, September 27, 2010

Aku ingin jadi orang biasa yang sederhana

oleh Mukti Amini
Ini bukanlah puisi, tapi sekedar renungan dari gelisahnya hati, tentang harta pinjaman yang Allah titipkan pada kami

Apalagi yang harus dicari di dunia, selain mempersiapkan bekal menuju kesana? Aku takut berlimpahnya harta akan menyilaukan mata dan hatiku. Takut nyamannya rumah dan kendaraan membuatku tak lagi mampu meletakkan harta di tangan, tapi telah jauh meracuni hatiku. Dan aku sungguh takut dengan ujian harta ini. Aku bukan tak ingin kaya. Juga tak ingin hidup miskin. Aku hanya ingin memilih selalu hidup sederhana. Aku ingin menjadi orang biasa.

Biarlah rumah kami begini, apa adanya, asal keluargaku dapat berteduh dan beristirahat, terhindar dari panasnya matahari dan basahnya hujan. Rumah model kampung dan tak mengikuti tren arsitektur terbaru. Tak harus mewah, tak harus terlihat indah dan artistik.

Aku malu pada Rasul yang hanya tidur di atas tikar kasar tiap harinya, sementara di rumahku tersedia kasur spring bed yang kadang terlalu memanjakan penggunanya sehingga terlambat sholat berjamaah.

Aku malu pada Syekh Ali Ghuraisyah, yang hanya menjadikan krak botol minuman yang ditutup sehelai kain lusuh untuk meja dan kursi tamunya. Sementara di rumahku ada beberapa kursi, meskipun kuno dan bukan sofa, yang cukup enak diduduki.

Aku malu pada Usamah Bin Ladin, yang tak memiliki satu buah furnitur pun di rumahnya, sementara untuk amal sosial dengan mudah dia akan mengeluarkan cek senilai ratusan juta dollar.

Mereka bukan orang miskin, tapi mereka adalah orang-orang yang memilih untuk hidup sederhana.

Biarlah kendaraan kami biasa saja, sepeda motor yang sudah cukup berumur dan mobil kuno 1990-an yang sudah berkarat di beberapa sisinya. Asal dengan itu telah mampu membantuku beraktivitas dan menghemat banyak hal dalam perjalanan.

Aku malu pada Rasul dan Abu Bakar, yang menempuh perjalanan Makkah-Madinah dengan berjalan kaki, padahal mudah bagi beliau untuk meminta diperjalankan oleh Allah dengan Buraq sekalipun.

Aku malu pada Syekh Hasan Al-Banna & Syaikh Umar Tilmisani, yang lebih memilih naik kereta kelas ekonomi untuk berdakwah di seantero Mesir, meski secara finansial sangat mampu untuk naik kereta kelas di atasnya.

Aku malu pada pemuda Taufiq Wa’i, yang tak mau hanya sekedar naik taxi seperti saran bunda Zainab Al-Ghazali, karena khawatir tak mampu menyikapi fasilitas itu dengan benar. Biarlah kemana-mana aku ingin naik angkutan umum kelas ekonomi, selagi fisik mampu diajak berkompromi. Bukan karena sayang mengeluarkan uang, tapi sungguh bersama orang-orang berbagai tipe di kelas ekonomi itu, banyak pelajaran yang dapat kuambil, dan itu mampu melembutkan hati.

Biarlah aku memiliki baju secukupnya saja, tak harus mengikuti model terbaru. Yang penting masih utuh dipakai dan cukup pantas dilihat orang. Aku takut menjadi penganut paham materialis, berburu berbagai koleksi baju, kerudung, tas, alat tulis, perlengkapan elektronik... bukan karena perlu tapi hanya sekedar ingin.

Aku malu pada khalifah kelima, Umar bn Abdul Aziz, yang setelah menjadi khalifah justru memilih jenis pakaian yang paling kasar dan paling murah pada pedagang yang sama, hingga membat takjub si pedagang karena sebelumnya sang Umar adalah seorang yang sangat memperhatikan penampilan.

Biarlah, kalau memang ternyata piutang kami sampai nanti pun tak mampu terbayarkan, Allah yang akan menggantinya dengan yang lebih baik. Insya Allah.... Bahkan, mungkin dari mulut-mulut merekalah, teman-teman yangn membutuhkan itu, meluncur doa-doa ikhlas untuk kami sekeluarga, yang langsung didengar Allah di Arsy sana, hingga Allah berikan kemudahan rizki pada kami. Aku ingat, salah seorang teman yang sudah cukup lama berhutang sekian juta, demi mengetahui bahwa aku akan menunaikan ibadah haji beberapa tahun lalu, dia mengirim sms: "Semoga hajimu mabrur ya Ning. Jangan lupa aku titip doa, doakan aku agar semua masalahku terangkat, kehidupanku menjadi lebih baik, dan aku dapat segera menunaikan kewajibanku pada kalian yang sudah tertunda sekian tahun. Aku malu sebetulnya bicara begini. Tapi aku tahu, kalian bisa menerima dengan lapang". Hiks, sungguh aku terharu dan menetes air mataku membaca sms itu.

Ya Allah, Alhamdulillah telah Kau berikan rizki padaku dan keluargaku, lebih dari yang kami butuhkan. telah Kau karuniai aku dengan suami sholeh, yang selalu mengingatkanku tentang amanah harta dan anak. telah Kau anugerahi aku anak-anak soleh solehah yang mampu menjadi penyejuk hati. telah Kau berikan padaku ilmu yang mempermudahkanku menjemput rizkiMu Ya Allah, mudahkanlah kami untuk selalu berbagi, melalui rizki yang Kau titipkan pada kami. Hindarkan dari hati kami orientasi selalu mencari keuntungan duniawi. Ijinkan dan biarkanlah sebanyak mungkin orang dapat ikut menikmati rizki ini. Kami ingin setiap rupiah yang mengalir lewat tangan kami, juga bermanfaat untuk saudara-saudara kami.

Sayup-sayup, kudengar refrain nasyid Antara Dua Cinta-nya Raihan

Tuhan, leraikanlah dunia yang mendiam di dalam hatiku karena disitu tidak ku mampu mengumpul dua cinta Hanya cintaMu, kuharap tumbuh diibajai bangkai dunia yang kubunuh ...

Monday, September 20, 2010

Hidup adalah pilihan

Ada 2 buah bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur. Bibit yang pertama berkata, "Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku dalam-dalam di tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku, untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari, dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku."

Dan bibit itu tumbuh, makin menjulang.

Bibit yang kedua bergumam. "Aku takut. Jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman."

Dan bibit itupun menunggu, dalam kesendirian.

Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi, dan mencaploknya segera.

Memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus kita jalani. Namun, seringkali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, dan kebimbangan-kebimbangan yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak mau melangkah, tak mau menatap hidup.

Karena hidup adalah pilihan, maka, hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan, maka, pilihlah dengan bijak.

"Bukalah setiap pintu kesempatan yang datang mengetuk, sebab, siapa tahu, pintu itu tak mengetuk dua kali."

Friday, September 03, 2010

Belajar dari kehidupan

Ketika kerjamu tdk dihargai,maka saat itu kau sedang belajar ttg KETULUSAN.
Ketika usahamu dinilai tdk penting,maka saat itu kau sedang belajar ttg KEIKHLASAN.
Ketika hatimu terluka sangat dalam, maka saat itu kau sedang belajar MEMAAFKAN.
Ketika kau hrs lelah & kecewa,maka saat itu kau sedang belajar KESUNGGUHAN. Ketika kau merasa sepi & sendiri, maka saat itu kau sedang belajar ttg KETANGGUHAN.
Ketika kau hrs membayar biaya yg sebenarnya tdk perlu kau tanggung, maka saat itu kau sedang belajar ttg KEMURAHAN HATI
Ketika semua kemungkinan tidak masuk akal, maka saat itu kau belajar ttg BERIMAN.
Tetap Semangat.. Tetap Sabar.. Tetap terSenyum.. Terus BeLajar.. Karena kau sedang menimba ilmu dalam Universitas Kehidupan.
DIA menaruhmu ditempatmu sekarang, bukan karena kebetulan. DIA punya maksud untuk Hidupmu yang lebih baik.