Follow Me

Thursday, October 06, 2005

CERMIN


Teman,
Tak ada alat yang lebih tepat untuk melihat diri sendiri apa adanya kecuali cermin. Di situlah wajah diri terpampang jelas. Jujur, apa adanya. Cermin tak pernah dusta pada siapa pun. Ia akan mengatakan buruk kalau objeknya memang buruk. Dan bagus jika kenyataannya memang demikian.

Cermin juga tidak pernah terbuai dengan pujian. Tidak karena pujian secara terus - menerus dari objek yang memang bagus,ia lantas terlena. Cermin sadar kalau ia cuma alat. Pujian yang tampak ditujukan padanya, sebenarnya buat objek itu sendiri. Ia cuma saksi dari sebuah kebahagiaan dan kesyukuran.



Selain jujur, cermin juga berani. Ia siap menanggung risiko apa pun karena kejujurannya. Walau yang berkaca tergolong yang paling berkuasa sekali pun. Ia akan bicara apa adanya. Ia siap kalau sewaktu-waktu sang objek merasa tidak puas; membencinya, menghina,bahkan membantingnya tanpa kenal ampun.






Kadang, cermin menjadi teman setia dari sebuah kesedihan. Ia dengarkan segala curhat dan isak tangis objek di hadapannya. Tanpa bosan, tanpa keluh kesah. Seolah, ia sedang menumbuhkan harap dan kesembuhan dari luka hati sahabat di hadapannya. Lagi-lagi ia tak peduli siapa: objek setianya, atau seseorang yang baru ia kenal. Saat itu, cermin seperti sedang berbisik lembut, "Tumpahkan semua kesedihanmu. Aku penjaga rahasia yang paling terpercaya."

Memang, ada sebagian cermin yang tidak objektif. Tapi itu bukan karakter aslinya. Karena kurang bersih, atau rekayasa teknologi,cermin bisa mengada-ada.

Itulah sebabnya ketika seseorang mendapati dirinya dalam cermin dengan tampilan yang tidak memuaskan, ia langsung membersihkan wajah cermin. Mungkin karena debu, noda, atau lainnya. Upaya itu dilakukan terlebih dahulu sebelum sang objek membersihkan wajahnya sendiri. Dan cermin tak pernah protes itu. Ia tak pernah bilang pada sang objek, "Enak aja. Kamu yang kotor. Bukan saya!" Cermin senantiasa berlapang dada untuk dipersalahkan.
***


Teman,
Seorang bijak pernah mengatakan bahwa seseorang dalam suatu komunitas adalah cermin bagi yang lain. Dua orang yang sedang saling berinteraksi, sebenarnya sedang saling bercermin. Dari wajah lawan interaksinyalah ia menemukan kesadaran akan bintik-bintik noda diri sendiri. Di situ pula, ia mendapatkan harap, syukur, dan bahagia.
Akhirnya, semua berpulang pada diri kita masing-masing. Mampukah kita menjadi cermin seutuhnya. Atau, cermin buram yang hanya menampakkan wajah keraguan dan keputusasaan.....
(Reflection of my Birthday 6-October-2005)

No comments: